Ngeriii, Penutupan Perdagangan, Depresiasi Rupiah Makin Dalam
Jakarta: Nilai tukar rupiah melanjutkan pelemahan terhadap dolar Amerika Serikat (AS) pada penutupan perdagangan Senin (22/12/2025). Menurut Bloomberg, rupiah melemah 0,16 persen atau 27 poin ke posisi Rp16.776 per dolar AS.
Rupiah masih tertekan oleh dolar AS karena ketidakpastian global yang makin meningkat. Menurut analis pasar uang, Ibrahim Assuaibi, kondisi tersebut dipicu ancaman baru Israel terhadap Iran.
"Israel berencana memberi pengarahan kepada AS terkait rencana serangan baru terhadap Iran," ujarnya, Senin (22/12/2025). Menurut dia, ancaman Israel ini juga memicu ketidakpastian serta memicu kenaikan harga minyak.
Israel ingin menyerang Iran karena ketakutan akan pengembangan rudal balistik Iran. Ketegangan yang kembali meningkat di Timur Tengah dapat mengganggu produksi minyak di wilayah tersebut.
Di sisi lain, ketegangan antara AS dan Venezuela semakin meningkat. Washington berencana "menyandera" kapal tanker ketiga di lepas pantai negara Amerika Latin itu.
AS juga berencana melakukan tekanan dari darat terhadap Venezuela. Washington menjadikan isu pengiriman narkoba dari negara itu untuk "menguasai" pasar minyak mentah Caracas.
Selain ketegangan geopolitik, pelaku pasar juga akan mencermati sejumlah agenda ekonomi AS jelang libur Natal. "Pasar akan mencerna data rata-rata perubahan ketenagakerjaan berdasarkan automatic data processing (ADP) selama empat pekan terakhir," ujar Ibrahim.
Angka pertumbuhan ekonomi AS itu pada kuartal ketiga juga akan segera dirilis. Demikian pula dengan pesanan barang tahan lama per Oktober 2025, serta produksi industri untuk Oktober dan November 2025.
Dari dalam negeri, Ibrahim mengungkapkan pendapat para ekonom bahwa perekonomian Indonesia ke depan masih menghadapi tantangan besar. Baik dari sisi global maupun domestik, tetapi harapan pertumbuhan ekonomi Indonesia masih tetap ada.
"Lembaga internasional, termasuk IMF, memproyeksikan kondisi ekonomi global 2026 tidak lebih baik dibandingkan 2025," ujarnya. Perlambatan ekonomi mitra dagang utama Indonesia, peningkatan ketidakpastian perdagangan internasional, serta dinamika geopolitik global perlu diantisipasi secara serius.
Daya beli kelas menengah juga masih lemah karena risiko inflasi pangan serta penurunan investasi asing di luar sektor hilirisasi. "Bencana di Sumatera pun akan berdampak signifikan terhadap perekonomian nasional," ucap Ibrahim.
Dengan kondisi tersebut, Ibrahim memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia 2026 berada pada kisaran 4,9–5,1 persen. "Untuk mencapai pertumbuhan di atas 5 persen, diperlukan penguatan sektor manufaktur dan jasa, peningkatan efektivitas stimulus, serta perbaikan tata kelola fiskal," katanya.(*)

