PBB Sebut Kelaparan di Gaza Adalah Kegagalan Moral dan Hukum
Palestina: "Israel Bantah Laporan Kelaparan, Tapi Saksi dan Lembaga Internasional Ungkap Situasi Mengerikan, Anak-anak Mulai Meninggal"
Sekretaris Jenderal PBB, Antonio Guterres, menyebut kelaparan yang kini melanda Kota Gaza sebagai "bencana buatan manusia" dan "kegagalan kemanusiaan". Pernyataan ini menyusul laporan terbaru dari lembaga klasifikasi ketahanan pangan global, Integrated Food Security Phase Classification (IPC), yang menetapkan status kelaparan di wilayah tersebut pada fase 5, level tertinggi dan paling parah.
Menurut laporan IPC, lebih dari setengah juta orang di seluruh Gaza menghadapi kondisi "bencana" yang ditandai dengan "kelaparan, kemiskinan, dan kematian." IPC juga memprediksi bahwa tanpa respons segera, kelaparan akan meluas hingga Deir al-Balah dan Khan Younis.
Laporan ini dibantah keras oleh Israel, yang menyebutnya "kebohongan besar" dan menolak tuduhan bahwa mereka membatasi masuknya bantuan. Namun, pernyataan Israel ini bertentangan dengan kesaksian lebih dari 100 kelompok kemanusiaan, saksi di lapangan, berbagai badan PBB, dan sekutu-sekutu Israel sendiri.
Kesaksian Mengiris Hati dari Gaza
Warga Gaza, Reem Tawfiq Khader, 41, seorang ibu dari lima anak, mengatakan deklarasi kelaparan ini datang terlambat, tapi tetap penting. "Kami sudah lima bulan tidak makan protein sama sekali. Anak bungsu saya yang berusia empat tahun tidak tahu seperti apa bentuk atau rasa buah dan sayur," ungkapnya.
Sementara itu, Rida Hijjeh, 29, menceritakan kondisi putrinya yang berusia lima tahun, Lamia. Berat badan Lamia anjlok dari 19 kg menjadi hanya 10,5 kg sejak perang dimulai. "Ini semua terjadi hanya karena kelaparan," katanya. "Tidak ada lagi sayur atau buah."
Lamia kini menderita pembengkakan di kakinya, rambut menipis, dan masalah saraf, semua gejala yang dikaitkan dengan kekurangan gizi parah.
Tanggung Jawab Hukum dan Moral
Kepala Bantuan PBB, Tom Fletcher, menegaskan bahwa kelaparan ini "sepenuhnya bisa dicegah" dan disebabkan oleh "hambatan sistematis oleh Israel" dalam menyalurkan makanan.
Guterres juga menekankan bahwa Israel memiliki "kewajiban yang tidak dapat disangkal di bawah hukum internasional" untuk memastikan pasokan makanan dan medis bagi penduduk.
Pernyataan senada juga datang dari Philippe Lazzarini, kepala badan PBB untuk pengungsi Palestina (UNRWA), yang menyebut kelaparan ini "direncanakan dan dibuat oleh Pemerintah Israel."
Kepala Hak Asasi Manusia PBB, Volker Turk, juga menilai kelaparan ini "hasil langsung dari tindakan yang diambil oleh Pemerintah Israel," yang telah "secara tidak sah membatasi" masuknya bantuan. Menteri Luar Negeri Inggris, David Lammy, menyebut kelaparan ini sebagai "kemarahan moral."
Israel Menjawab dan Situasi di Lapangan
Menanggapi kritik internasional, Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu menegaskan, "Israel tidak memiliki kebijakan kelaparan, Israel memiliki kebijakan mencegah kelaparan." Ia mengklaim Israel telah mengizinkan 2 juta ton bantuan masuk ke Gaza sejak perang dimulai.
Namun, di lapangan, PBB melaporkan "sedikitnya bantuan" yang masuk tidak cukup untuk "mencegah kelaparan yang meluas." Badan militer Israel yang bertanggung jawab atas bantuan, Cogat, mengklaim sekitar 300 truk bantuan masuk setiap hari, namun PBB mengatakan dibutuhkan 600 truk per hari.
Laporan IPC ini muncul saat Israel bersiap melancarkan serangan militer baru dengan tujuan menduduki Kota Gaza. Sejak serangan Hamas pada 7 Oktober 2023, sedikitnya 62.122 orang tewas di Gaza, menurut kementerian kesehatan yang dikelola Hamas.
Mayoritas penduduk Gaza telah mengungsi berkali-kali, dan diperkirakan lebih dari 90% rumah rusak atau hancur. Sistem kesehatan, air, dan sanitasi di wilayah itu telah runtuh.(*)