Hari ini
Cuaca 0oC
Headline News :

Terbitkan SP3 Perkara Korupsi Tambang, Begini Penjelasan KPK

Jakarta: KPK menjelaskan alasan penerbitan SP3 terkait dugaan korupsi perizinan pertambangan di Kabupaten Konawe Utara, Sulawesi Tenggara Tahu 2009. KPK menilai, penghentian penyidikan dilakukan karena tidak terpenuhinya kecukupan alat bukti.(29/12/25).
Gedung Merah Putih Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) (Foto: Dokumentasi)

Jubir KPK Budi Prasetyo mengatakan, dalam proses penyidikan ditemukan kendala utama pada pembuktian unsur kerugian keuangan negara. Sebagaimana diatur dalam Pasal 2 dan Pasal 3 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi.

“Penerbitan SP3 oleh KPK sudah tepat karena tidak terpenuhinya kecukupan alat bukti dalam proses penyidikan. Khususnya terkait penghitungan kerugian keuangan negara,” kata Budi Prasetyo dalam keterangannya yang dikutip, Senin (29/12/2025).

Selain itu, Budi menjelaskan bahwa perkara tersebut memiliki tempus kejadian yang cukup lama, yakni terjadi pada 2009. Kondisi ini turut berkaitan dengan daluarsa penanganan perkara, khususnya untuk dugaan tindak pidana suap.

“Dengan tempus perkara yang sudah lama, hal ini juga berkaitan dengan daluarsa perkara. Terutama terkait pasal suapnya,” kata dia.

Menurut Budi, pemberian SP3 merupakan langkah untuk memberikan kejelasan dan kepastian hukum bagi seluruh pihak yang terlibat. Ia menegaskan, setiap proses penegakan hukum harus berjalan sesuai dengan norma dan ketentuan hukum yang berlaku.

“Pemberian SP3 ini untuk memberikan kejelasan dan kepastian hukum kepada para pihak terkait. Karena setiap proses hukum harus sesuai dengan norma-norma hukum,” ujarnya.

Lebih lanjut, Budi menegaskan bahwa langkah KPK tersebut sejalan dengan asas-asas pelaksanaan tugas. Serta, kewenangan lembaga antirasuah sebagaimana diatur dalam Pasal 5 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019.

KPK menegaskan tetap terbuka terhadap adanya informasi. Serta, bukti baru yang relevan dan dapat ditindaklanjuti sesuai ketentuan hukum yang berlaku.

Sebelumnya, KPK menetapkan mantan Bupati Konawe Utara periode 2007–2009 dan 2011–2016, Aswad Sulaiman, sebagai tersangka dalam perkara dugaan korupsi. Pemberian Izin Kuasa Pertambangan (IKP) eksplorasi dan eksploitasi serta Izin Usaha Pertambangan (IUP) operasi produksi pada 2007–2014.

KPK menduga praktik perizinan tersebut menyebabkan kerugian keuangan negara hingga sekitar Rp2,7 triliun. Berasal dari penjualan hasil produksi nikel akibat proses perizinan yang dinilai melawan hukum.

Selain itu, Aswad juga sempat dijerat sebagai tersangka dalam perkara dugaan suap perizinan pertambangan. Selama periode 2007–2009, ia diduga menerima suap sekitar Rp13 miliar dari sejumlah perusahaan yang mengajukan izin kuasa pertambangan kepada Pemerintah Kabupaten Konawe Utara.(*)

Hide Ads Show Ads