Hari ini
Cuaca 0oC
BREAKING NEWS

Longsor Cilengkrang Viral di Medsos, Hilang di Birokrasi

 Kuningan : Dua kali tanah amblas di kawasan wisata Lembah Cilengkrang, Desa Pajambon, Kecamatan Kramatmulya. 


Areal longsoran tanah Lembah Cilengkrang, kawasan Taman Nasional Gunung Ciremai.(Doc/istimewa)

Dua kali pula tak ada laporan resmi ke Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Kuningan.

Peristiwa pertama terjadi pada Mei 2025 dan sempat viral di media sosial. Video guguran tanah yang menggulung vegetasi hijau di kaki Gunung Ciremai itu menyebar luas. Belum tuntas penanganan di titik tersebut, longsor kedua kembali terjadi sebulan kemudian, tepatnya Rabu, 18 Juni 2025. Lokasinya tak jauh, hanya 500 meter dari titik pertama, diduga di bawah area wisata Lamping Kidang.

Yang mengejutkan, tak satu pun pihak terkait melaporkan kejadian itu kepada BPBD. Baik Balai Taman Nasional Gunung Ciremai (BTNGC) sebagai pengelola kawasan konservasi, maupun aparat pemerintah Desa Pajambon.

“Kami tidak menerima laporan sama sekali. Kami justru tahu dari media,” kata Kepala Pelaksana BPBD Kuningan, Indra Bayu Permana, kepada wartawan, pada Rabu, (25/6/2025).

Indra menyayangkan sikap tutup mulut para pengelola kawasan. Padahal, laporan resmi merupakan dasar utama bagi BPBD untuk melakukan asesmen, memetakan risiko, dan menyiapkan langkah mitigasi.

“Setiap peristiwa kebencanaan seharusnya segera dilaporkan. Itu penting untuk validasi data dan rencana tindak lanjut,” ujarnya.

Hingga kini, BPBD masih menunggu hasil kajian tim dari Institut Teknologi Bandung (ITB) yang sudah turun ke lokasi. Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi juga dikabarkan meminta agar penanganan bencana berbasis data ilmiah dilakukan secepatnya.

Sementara itu, pihak BTNGC masih menutup mulut. Dalam pernyataan beberapa waktu lalu, Kepala Seksi I BTNGC Wilayah Kuningan, Hayunita, hanya menyebut mereka tengah melakukan kajian internal. BTNGC berencana menanam vegetasi endemik penyerap air di titik-titik rawan.

Namun, rencana itu dianggap belum menjawab persoalan utama, ketiadaan koordinasi. Apalagi kawasan longsor ini berada di dekat pemukiman dan jalur wisata yang ramai dikunjungi.

“Kalau dibiarkan tanpa koordinasi, bisa jadi bencana lebih besar menunggu di tikungan,” kata Ade, seorang relawan kebencanaan.(*)
Hide Ads Show Ads