Menag Tegaskan Pemimpin Ideal Harus Kuat dan Terpercaya, Bukan Hanya Pintar
Jakarta : Menteri Agama Republik Indonesia, Nasaruddin Umar, menegaskan pentingnya memilih pemimpin berdasarkan dua kriteria utama yaitu kuat (al-Qawiy) dan terpercaya (al-Amin), sebagaimana disebutkan dalam Al-Qur’an.
Hal itu disampaikannya dalam acara pengukuhan PB IKA PMII dan Rapat Kerja Nasional (Rakernas) I di Jakarta, Minggu kemarin, 13 Juli 2025.
“Yang paling baik dipromosikan sebagai pemimpin adalah yang kuat dan terpercaya. Di dalam ayat Inna khaira manista’jarta al-Qawiyul Amin tidak disebutkan soal usia, tapi kekuatan dan kepercayaan,” tegas Nasaruddin.
Ia mencontohkan bagaimana Rasulullah SAW mempercayakan kepemimpinan militer kepada Usamah bin Zaid yang saat itu baru berusia 19 tahun, karena prestasinya yang matang secara kualitas, bukan hanya secara usia biologis.
“Umur boleh muda, tapi prestasi harus matang. Kita harus matang tidak hanya secara biologis, tapi juga intelektual, psikologis, dan spiritual,” imbuhnya.
Lebih lanjut, Nasaruddin menyoroti bahwa kepandaian (al-‘alim) saja tidak cukup menjadi ukuran dalam memilih pemimpin.
“Tidak semua orang pintar bisa memimpin. Prof. Dr. belum tentu bisa menjadi pemimpin hebat. Yang dikedepankan adalah kekuatan dan amanah,” katanya.
Dalam kesempatan tersebut, Menag juga mendorong agar tema-tema yang diangkat alumni PMII bersifat lebih tematik dan terukur, sesuai dengan perkembangan zaman. Ia menekankan pentingnya pendekatan berbasis isu sentral, bukan lagi bahasan yang terlalu umum.
“Perkembangan dunia kini bersifat tematis. PMII ke depan harus bicara lebih fokus dan bisa diprediksi, dengan isu-isu yang relevan dan berdampak bagi komunitas,” ujarnya.
Terkait kebijakan di Kementerian Agama, Nasaruddin mengungkapkan bahwa pihaknya sedang mengembangkan dua gagasan besar yakni Kurikulum Cinta dan Ekotologi.
Menurutnya, kurikulum cinta penting agar pendidikan agama tidak menanamkan kebencian. “Jika yang diajarkan adalah permusuhan dan kebencian, maka itu bukan agama. Agama seharusnya menyatukan, bukan memecah,” tegasnya.
Sementara itu, konsep ekotologi menekankan sisi spiritualitas yang ramah lingkungan dan feminin. Ia menyebut, 80 persen nama Allah dalam Asmaul Husna memiliki karakter kelembutan, bukan kekuasaan atau kekerasan.
“Al-Qur’an lebih menonjol sebagai kitab yang feminin daripada maskulin. Tuhan dalam hampir semua agama lebih menampilkan sisi nurturing, bukan struggling,” ungkapnya.
Nasruddin pun mengajak seluruh alumni PMII untuk mendukung program-program Kementerian Agama dan ikut berperan aktif menyebarkan nilai-nilai moderasi beragama dan solidaritas bangsa.(*)