Nilai Ekspor Perhiasan Indonesia Naik 37 Persen, Terbesar ke-12 Dunia
Font Terkecil
Font Terbesar
Jakarta :Di tengah ketidakpastian pasar keuangan global, emas dan perhiasan kembali menjadi pilihan utama bagi investor. Tren tersebut turut mendorong peningkatan ekspor perhiasan Indonesia yang tumbuh hingga 37 persen, menegaskan daya saing industri perhiasan nasional di kancah internasional.(11/10/25).
Kementerian Perindustrian (Kemenperin) terus mendorong pelaku industri perhiasan, terutama emas dan permata, agar mampu membawa Indonesia masuk 10 besar produsen perhiasan dunia.
“Industri perhiasan merupakan salah satu sektor unggulan dan berkontribusi besar terhadap ekspor nonmigas nasional,” ujar Direktur Jenderal Industri Kecil, Menengah, dan Aneka Kemenperin Reni Yanita pada ajang Surabaya International Jewelry Fair (SIJF) 2025, Kamis kemarin,(9/10/2025).
Reni menjelaskan, nilai ekspor perhiasan Indonesia periode Januari–Juli 2025 mencapai 5,06 miliar dolar AS, atau meningkat 37,72 persen dibanding periode yang sama tahun sebelumnya.
“Sepanjang 2024 total ekspor kita sebesar 5,5 miliar dolar AS. Artinya, tahun ini berpotensi melampaui capaian tersebut,” tambahnya.
Menurut Reni, capaian ini menempatkan Indonesia pada peringkat ke-12 dunia dalam pasokan perhiasan global. Namun, sejumlah tantangan tetap perlu diwaspadai untuk menjaga keberlanjutan pertumbuhan industri.
Salah satunya adalah lonjakan harga emas global yang menyebabkan biaya bahan baku meningkat.
“Beberapa produsen menurunkan kadar emas agar harga perhiasan lebih terjangkau bagi konsumen,” jelas Reni.
Sementara itu, Sekretaris Jenderal Asosiasi Pengusaha Emas dan Permata Indonesia (APEPI) Iskandar Husin menilai, kenaikan harga emas menjadi peluang sekaligus tantangan bagi pelaku industri.
“Harga emas yang tinggi memang meningkatkan minat masyarakat membeli perhiasan karena nilainya dianggap terus naik. Namun di sisi lain, daya beli yang belum sepenuhnya pulih bisa menjadi kendala,” ujar Iskandar.
Ia menambahkan, sebagian produsen kini mencoba membuat perhiasan dengan kadar 14 karat untuk menyesuaikan harga, meski mayoritas pasar masih memilih kadar 16 hingga 18 karat.
Iskandar juga berharap pemerintah dapat menjamin pasokan emas dalam negeri agar industri tidak terlalu bergantung pada harga dan kurs internasional.
“Kalau bahan baku masih harus impor, tentu terpengaruh kurs dolar. Karena itu, sinergi antar pelaku industri domestik sangat penting untuk menjaga stabilitas sektor ini,” ujarnya.
Penyelenggaraan Surabaya International Jewelry Fair menunjukkan bahwa emas dan perhiasan tetap menjadi aset investasi yang menarik dan relatif aman. Dengan diversifikasi portofolio ke aset bernilai intrinsik tinggi, para investor diyakini dapat melindungi kekayaannya dari risiko inflasi dan gejolak ekonomi global.(*)