KPK Sebut Pemerasan Sertifikasi K3 Diduga Berlangsung Sejak 2019
Jakarta: Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) resmi menetapkan Wakil Menteri Ketenagakerjaan (Wamenaker) Immanuel Ebenezer bersama 10 orang lainnya sebagai tersangka kasus dugaan pemerasan terkait pengurusan sertifikasi keselamatan dan kesehatan kerja (K3).(22/8/25)
Ketua KPK Setyo Budiyanto mengatakan, praktik pemerasan ini diduga sudah berlangsung sejak tahun 2019 hingga 2025.
“Bahwa praktik dugaan pemerasan ini sudah terjadi sejak beberapa periode waktu sebelumnya, diperkirakan dari tahun 2019 sampai dengan saat ini,” ujar Setyo dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Jumat, 22 Agustus 2025.
Setyo menjelaskan, modus pemerasan dilakukan dengan meminta pembayaran lebih tinggi dari tarif resmi pengurusan sertifikasi K3. Uang hasil selisih tersebut kemudian dialirkan ke sejumlah pihak dengan total mencapai Rp81 miliar.
“Atas penerimaan uang dari selisih antara yang dibayarkan pihak yang mengurus sertifikat K3 kepada perusahaan jasa K3 dengan biaya yang seharusnya sesuai tarif PNBP, kemudian uang tersebut mengalir ke beberapa pihak yaitu sejumlah Rp81 miliar,” jelasnya.
KPK menemukan adanya perbedaan signifikan antara tarif resmi dan biaya yang dipungut. Tarif resmi sertifikasi K3 seharusnya sekitar Rp275 ribu, namun buruh justru diminta membayar hingga Rp6 juta.
“Fakta di lapangan menunjukkan para pekerja atau buruh harus mengeluarkan biaya hingga Rp6 juta karena adanya tindak pemerasan dengan modus memperlambat, mempersulit, atau bahkan tidak memproses permohonan sertifikasi K3 yang tidak membayar lebih tersebut,” ungkap Setyo.
Menurutnya, jumlah itu sangat memberatkan pekerja karena nilainya dua kali lipat dari rata-rata upah minimum regional (UMR) yang diterima buruh.
“Biaya sebesar Rp6 juta ini dua kali lipat dari rata-rata pendapatan atau upah UMR yang diterima oleh para pekerja dan buruh tersebut,” imbuhnya.(*)