Brazil Panas Membara Pasca Operasi Antinarkoba, 132 Orang Tewas Termasuk Diantaranya Petugas Negara
Font Terkecil
Font Terbesar
Karawang: Rio de Janeiro, Brasil, tengah menjadi sorotan dunia. Ini buntut operasi besar-besaran polisi menangkap geng narkoba Red Command di dua kawasan favela yang berujung pertumpahan darah.
![]() |
| Polisi Brasil mengamankan perang antar-geng kartel narkoba, di wilayah Rio de Janeiro, Brasil, Selasa (28/10/2025) (Foto: Freepik) |
Dikutip dari Al Jazeera, tercatat sedikitnya 132 orang tewas. Terdiri dari para anggota geng narkoba dan sejumlah aparat yang gugur saat bertugas.
Operasi itu dilancarkan pada Selasa (28/10/2025) dini hari. Operasi ini menyasar Complexo da Penha dan Complexo do Alemao, dua wilayah padat penduduk yang sejak lama dikenal sebagai basis jaringan narkoba.
Polisi Negara Bagian Rio de Janeiro tidak main-main. Sebanyak 2.500 aparat bersenjata lengkap diterjunkan, termasuk anggota militer.
Operasi ini juga melibatkan dua helikopter, 32 kendaraan lapis baja, hingga 12 kendaraan pembongkar. Guna menghancurkan barikade yang dibangun geng narkoba di jalan-jalan sempit favela.
Aparat awalnya dilaporkan menunggu di area hutan, namun situasi berubah menjadi baku tembak ketika geng narkoba membalas tembakan. Sekolah, universitas, toko, hingga akses jalan di daerah tersebut langsung ditutup untuk menghindari jatuhnya korban sipil.
Operasi ini ditujukan untuk membendung pengaruh Comando Vermelho (Komando Merah). Sebuah geng narkoba terbesar dan tertua di Brasil yang lahir dari penjara Rio pada 1970-an.
Dalam perkembangan waktu, kelompok ini mengendalikan perdagangan narkoba, senjata, hingga pemerasan di berbagai negara bagian. Selama beberapa tahun terakhir, ekspansi Comando Vermelho disebut semakin agresif, bahkan menembus wilayah Amazon.
Pemandangan memilukan terlihat sehari setelah operasi dilakukan. Puluhan jenazah dibaringkan di tepi jalan alun-alun, warga berkumpul menuntut penjelasan dan keadilan.
Namun, aksi itu segera dibubarkan ketika petugas forensik datang mengevakuasi jenazah. Puluhan jenazah itu dipindahkan ke fasilitas resmi.
Pemerintah Pusat Tak Diberi Tahu
Yang membuat situasi makin memanas, Pemerintah Federal Brasil mengaku tidak diberi informasi tentang operasi tersebut. Menteri Kehakiman Ricardo Lewandowski menyebut Presiden Luiz Inácio Lula da Silva terkejut begitu mengetahui laporan jumlah korban.
Sementara Gubernur Rio, Claudio Castro, justru menyebut operasi itu sukses, dengan dalih aparat telah menyita 118 senjata dan satu ton narkoba. Castro mengatakan bahwa operasi akan terus berlanjut.
Castro melaporkan, dalam operasi ini sedikitnya 64 orang tewas. Namun, warga di sekitar lokasi melaporkan jumlah korban yang lebih banyak dari data resmi.
"Kami akan terus tegas menghadapi narkoterorisme," tulis Castro di media sosial saat mengumumkan operasi tersebut. Ia menambahkan, sekitar 2.500 personel keamanan dikerahkan dalam operasi ini.
Mereka disebar di wilayah kumuh padat penduduk di kompleks favela Alemao dan Penha, yang terletak di pinggiran kota Rio dekat bandara internasional. "Sayangnya, sejumlah anggota kepolisian juga menjadi korban jiwa," ujar Gubernur Castro.
Pihak kepolisian menyebut, salah satu tersangka yang berhasil ditangkap merupakan orang kepercayaan dari salah satu pimpinan utama kelompok Comando Vermelho. Kantor Komisaris Tinggi PBB untuk Hak Asasi Manusia menyatakan "terkejut dan prihatin" atas operasi kepolisian di Rio de Janeiro.
"Operasi mematikan ini memperkuat tren penggunaan kekuatan ekstrem oleh aparat di komunitas miskin Brasil,". Demikian di tulis lembaga tersebut dalam unggahannya di platform X.
Akibat polemik ini, Hakim Agung Alexandre de Moraes memerintahkan Gubernur Castro untuk memberikan penjelasan resmi. Sang gubernur juga diminta untuk menghadiri sidang bersama kepala kepolisian pada Senin (3/11/2025) mendatang.
Aroma politik, keamanan, dan kemanusiaan kini bercampur menjadi satu di Rio. Sebab, penumpasan narkoba ini justru disebut bisa membuka babak baru kekerasan di Brasil.(*)

