Headline News

Terjadi Terjun Lagi Rupiah Berlanjut ke Level Rp16.617/Dolar AS

 Jakarta: Nilai tukar rupiah masih melemah terhadap dolar AS hingga penutupan perdagangan sore hari, Rabu (29/10/2025). Mengacu data Bloomberg, rupiah ditutup turun 0,05 persen atau 9 poin menjadi Rp16.617 per dolar AS.

Lembaran uang rupiah bergambar pahlawan proklamator (Foto: Dokumentasi Bank Indonesia)
Lembaran uang rupiah bergambar pahlawan proklamator (Foto: Dokumentasi Bank Indonesia)

Posisi rupiah terhadap dolar AS masih dipengaruhi oleh faktor eksternal. Terutama ekspektasi pasar yang meyakini the Fed akan memangkas suku bunga di bulan ini.

“Perangkat CME Fedwatch menunjukkan keyakinan pasar terhadap pemangkasan suku bunga mencapai 100 persen. Pelaku pasar juga akan memberikan perhatian khusus pada arah suku bunga depan dari para pembuat kebijakan,” kata Analis Pasar Uang, Ibrahim Assuaibi, Rabu (29/10/2025).

Arahan khusus jika Ketua the Fed Jerome Powell memberi sinyal bahwa pemangkasan suku bunga lebih lanjut mungkin ditunda. Inflasi akan tetap jadi perhatian, termasuk imbal hasil yang lebih tinggi atau dolar yang lebih kuat. 



Perang dagang juga diperkirakan akan mereda menyusul rencana pertemuan Presiden Trump dan Xi Jinping di Korea Selatan. Presiden Trump juga memberi sinyal pemangkasan tarif 20 persen atas impor bahan kimia precursor fentanil dari Tiongkok.

Dari aspek geopolitik, Rusia menyatakan akan menawarkan energi berkualitas tinggi dengan harga yang bagus untuk para mitranya. Tawaran itu untuk melawan sanksi yang dikenakan AS pada perusahaan minyak besar di Rusia.

Di dalam negeri, Ibrahim mencermati pengumuman lembaga pemeringkat internasional Rating and Investment, Inc (R&I). Lembaga itu mempertahankan peringkat utang jangka panjang Indonesia atau Sovereign Credit Rating (SCR) di level BBB+ dengan outlook stabil.

Dalam penjelasannya R&I menilai inflasi Indonesia stabil, rasio utang pemerintah tetap rendah. Selain itu, kebijakan fiskal dan moneter Indonesia juga dinilai prudent.

Namun lembaga pemeringkat yang berbasis di Jepang itu menekankan perlunya asesmen lanjutan. Khususnya terhadap langkah pemerintah dalam mendorong pertumbuhan ekonomi sambil menjaga kesehatan fiskal dalam jangka menengah.(*)
Posting Komentar